Fungsi Pakaian dalam Perspektif Al Quran
Fungsi Pakaian dalam Perspektif Al Quran
Islam bukan saja mengatur persoalan ibadah ritual semata, tetapi
mencakup seluruh aspek dan dimensi kehidupan manusia. Salah satunya
adalah pakaian. Dalam Islam, cara berpakaian dan fungsi pakaian diatur
dan dijelaskan sedemikian rupa untuk menjadi pedoman bagi umat manusia
di bumi. Dalam hal ini, saya akan mencoba membahas soal fungsi pakaian dalam perspektif Al Quran.
Pakaian merupakan sesuatu yang sangat penting bagi setiap orang. Bagi
muslim pakaian merupakan sebuah kewajiban yang harus dikenakan untuk
menutup auratnya. Bagi setiap muslim diwajibkan menutup auratnya dari
pusar sampai lutut. Sedangkan bagi setiap muslimah diwajibkan menutup
auratnya yaitu seluruh tubuhnya kecuali wajah dan telapak tangan. Namun
bukan hanya itu fungsi pakaian, di dalam Al-Qur`an disebutkan beberapa
fungsi pakaian. Pakaian sangatlah penting bagi manusia. Pakaian
mempunyai manfaat-manfaat bagi orang yang mengenakannya.
Orang-orang beraneka ragam dalam berpakaian. Diantara mereka ada yang
berpakaian sesuai syar’i, ada pula yang auratnya masih terbuka. Terdapat
pula orang yang lebih mengedepankan estetika dalam berpakaian bahkan
sampai berlebihan. Dari setiap kategori cara berpakaian seseorang
mempunyai kadar fungsi pakaian yang berbeda-beda sesuai dengan cara
berpakaiannya. Untuk melihat tolak ukur kadar fungsi pakaian bagi
seseorang dapat ditinjau dengan fungsi pakaian dalam perspektif
Al-Qur`an.
Fungsi pakaian yang pertama adalah sebagai penutup aurat . Seperti yang
terdapat dalam QS. Al-A’raaf ayat 26 yang berbunyi: “Hai anak Adam,
sesungguhnya kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup
auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan, pakaian takwa itu yang
paling baik. Yang demikian itu adalah sebagian dari tanda-tanda
kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat.”
Dalam ayat tersebut terdapat kalimat "yuwaarii sau'aatikum." Sau'at yang
dalam ayat tersebut bermakna aurat. Sau'at berasal dari kata sa'a –
yasu'u yang berarti buruk atau tidak menyenangkan. Kata sau'at mempunyai
makna yang sama dengan kata aurat. Sedangkan kata aurat sendiri berasal
dari kata 'ar yang mempunyai arti onar, aib, atau tercela.
Mengenai makna dua kata tersebut bukan berarti anggota tubuh yang
termasuk aurat itu buruk karena semua anggota tubuh itu baik dan
bermanfaat. Yang dimaksud buruk disini adalah apabila aurat itu
terlihat. Sehingga aurat harus ditutup.
Dalam penjelasan tafsir ayat lain yaitu dalam QS Al-A’raaf ayat 31, yang
mana ayat tersebut juga berisi tentang perintah memakai pakaian. “Hai
anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid ,
makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah
tidak menyukai orang-orang yang berlebihan.”
Dalam Tafsir Ibnu Katsir yang dimaksud dengan pakailah pakaianmu dalam
ayat tersebut yaitu pakaian yang menutupi aurat. Sedangkan dalam Tafsir
Jalalain mengenai kalimat tersebut yaitu untuk menutupi aurat di setiap
memasuki masjid yaitu di kala hendak melakukan salat dan tawaf.
Dalam Tafsir Ibnu Katsir dijelaskan bahwa ayat yang mulia tersebut
merupakan bantahan terhadap orang-orang musyrik jahiliyyah yang
mempunyai tradisi tawaf di baitullah dengan telanjang bulat. Kaum
laki-laki bertawaf pada siang hari, dan kaum wanita pada malam hari.
Fungsi pakaian yang kedua adalah sebagai perhiasan sebagaimana yang
terdapat dalam QS. Al-A’raaf ayat 31, “Pakailah pakaianmu yang indah di
setiap (memasuki) masjid”. Disunahkan memakai pakaian yang indah ketika
hendak melakukan salat, terutama ketika hendak salat jum’at dan hari
raya. Wewangian juga dapat diartikan sebagai perhiasan. Namun, bagi
wanita hendaknya tidak memakai wewangian yang menusuk hidung.
Rasulullah Saw. bersabda: “Wanita yang memakai parfum (yang merangsang)
dan lewat di satu majelis (kelompok pria), maka sesungguhnya dia
"begini" (yakni berzina)” (HR At-Tirmidzi). Menurut Abbas Al-Aqqad yang
dikutip oleh M. Quraish Shihab dalam bukunya bahwa, “Pakaian yang
elok adalah yang memberi kebebasan kepada pemakainya untuk
bergerak.”
Ketika Abu Umamah memakai pakaian baru, ia berdo’a dengan do’a berikut:
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ كَسَانِيْ مَاأُوَارِيْ بِه عَوْرَتِيْ وَأَتَجَمَّلُ بِه فِيْ حَيَاتِيْ.
“Segala puji bagi Allah yang telah memberi saya pakaian untuk menutupi
aurat saya dan untuk memperindah penampilan dalam hidup saya.”
Fungsi yang ketiga adalah sebagai perlindungan yaitu pakaian dapat
menghindari dari sengatan panas dan dingin serta gangguan lainnya.
Selain itu juga sebagai perlindungan taqwa dengan pakaian ruhani (libas
at-taqwa). Menurut M. Quraish Shihab, “Setiap orang dituntut untuk
merajut sendiri pakaian ini. Benang atau serat-seratnya adalah tobat,
sabar, syukur, qana’ah, ridha, dan sebagainya.”
الايمان عريان ولباسه التقوى
“Iman itu telanjang, pakaiannya adalah takwa.”
Fungsi pakaian yang keempat ialah penunjuk identitas. Seperti yang terdapat dalam ayat berikut:
“Yang demikian itu lebih mudah bagi mereka untuk dikenal” (QS.
Al-Ahzab: 59). Kepribadian seseorang dapat dilihat dari cara
berpakaiannya. Eksistensi keberadaannya pula dapat dilihat dari cara
berpakaiannya. Pakaian juga dapat membedakan antara orang yang muslim
dengan non-muslim.
Itulah empat fungsi pakaian dalam perspektif Al-Quran. Setiap cara
berpakaian kualitasnya dapat dilihat apakah mempunyai keempat fungsi
pakaian diatas, atau masih belum memiliki keseluruhan fungsi di atas.
Ternyata pakaian bukan sekedar kain yang melapisi tubuh tetapi mempunyai
fungsi-fungsi yang penting. Orang yang berpakaiannya belum menutupi
auratnya maka belum mempunyai fungsi-fungsi pakaian di atas.
Komentar
Posting Komentar